Sabtu, 07 November 2015

Akibat

Assalamualaikum....


Hanya sebuah flashfiction yang menggambarkan bahwa segala sesuatu pasti memiliki akibat.





AKIBAT

"APA?" Tom menatapku sengit, sepertinya omonganku barusan berhasil mengacaukan dia yang sedang 'fly'.

"Gue berhenti." Mataku menatapnya sayu, yah aku sudah cukup lelah dengan semua ini. "Gue ngga mau lagi pake tuh barang!"

"Eh maksud lo apa? Lo mau berhenti? Terus lo mau ninggalin gue di lubang ini sendirian? Setelah lo yang dulu buat gue ikut-ikut an make?" Tangannya mencengkram kerah bajuku, tidak terlalu keras sehingga aku dapat melepaskannya dengan mudah, efek dari barang itu sepertinya.

"Iya gue tau! Gue minta maaf buat semuanya! Karena itu gue sekarang mau ngajak lo buat bareng-bareng ke panti rehab!" Kali ini aku menepuk pundaknya dengan keras, berusaha untuk mengajaknya berhenti menggunakan barang 'sialan' tersebut.

"Ga, Rey!" Tom menepis tanganku dengan kasar. "Liat ini! Barang ini udah jadi segalanya bagi gue, dia udah kayak hidup dan mati gue!" Dia lalu memperlihatkan tepat di depan mataku, benda yang tengah berada di genggamannya. Serbuk putih yang sempat jadi bagian dari masa laluku.

Aku hanya bisa menghela napas perlahan. Semuanya bakal sulit dan sia-sia buat ngajak Tom sembuh kalau dia sendiri aja ngga mau lepas dari barang itu.

"Kenapa lo mau berhenti make?" Pertanyaan Tom membuatku sedikit kaget, suaranya terdengar parau seperti hendak menangis. Eh ngga mungkin kan dia mau nangis?

"Gue cuma mau berubah, kasian Emak sama Abah gue di rumah. Mereka sakit-sakit an setelah tau gue make, Tom!" Aku menjelaskan alasan terpenting yang membuatku memutuskan untuk berhenti.

"Gue ngga percaya!" Tom menggelengkan kepalanya dengan cepat, "jangan bilang karena si Maimunah, anak ustad kobong itu lo berhenti make!" Dia berteriak kasar, sambil meneriakan nama wanita yang memang hendak aku persunting setelah benar-benar sembuh dari ketergantungan akan benda ini.

"Dia emang salah satu alesannya." Suaraku tercekat, "gue mau nikahin dia setelah gue sembuh, lalu gue punya keluarga kecil yang bahagia."

Tom tiba-tiba menonjok wajahku, menghajarnya terus sampai terasa cairan pekat mengalir melewati hidung, baunya sedikit amis. Aku menahan tangannya, lalu mengunci badannya. "Cukup, Tom! Gue gamau liat lo makin ancur."

"INI SEMUA KARENA LO!" Tom berteriak lalu melenggos pergi dari hadapanku, berjalan kearah gang sepi lalu menghilang di ujung jalan, entah kemana.

Aku pulang ke rumah, mencoba mempersiapkan diri sebelum besok berencana berangkat ke panti rehabilitas, aku belum yakin bisa sembuh dengan hanya bermodal tekad, takut-takut ketika tekad itu goyah, aku malah mencoba dan tenggelam dalam barang jahat itu lagi. Itu hal yang ngga boleh terjadi.

"Rey, darimana kamu? Make lagi kamu di jalanan hah!" Abah menyambutku dengan amarah, memang yang beliau ketahui aku biasa kelayapan cuma buat make.

"Engga, Bah. Rey mau insyaf, Rey minta maaf sama Abah sama Emak. Udah bikin sikap buruk Rey jadi pikiran, terus abis itu Rey liat Abah sama Emak jadi sakit-sakit an, Rey ngga mau itu terjadi lagi, Bah." Ucapku sambil bersimpuh di kaki Abah, mencium telapak kakinya memohon maaf sedalam-dalamnya.

"Iya Rey, Emak sama Abah bersyukur kalau kamu mau insyaf, Emak maafkan kamu dan Abah juga pastinya begitu." Emak menarikku untuk berdiri, memelukku sambil menangis sesenggukan.

"Makasih, Mak" Aku ikut menangis haru. "Rencananya Rey besok mau ke panti rehab, pengen sembuh. Rey cuma mau minta izin terus minta di do'ain semoga niat Rey ngga mendapat halangan."

"Tapi....Abah lagi ga ada duit." Ujar Abah sambil menatapku sedih, "InsyaAllah deh besok Abah mau pinjem ke Pak RT buat biaya kamu rehab nanti."

"Ga usah, Bah. Kebetulan kemarin Pak RW nyaranin buat ke panti rehab yang biayanya gratis." Ya aku akui, seluruh warga kampung sudah tahu jika aku adalah pengguna, jadi ketika aku bilang ingin sembuh pada Pak RW, beliau terlihat begitu senang dan bersemangat menunjukkan panti rehab.

"Alhamdulillah...." Ujar Abah sambil tersenyum senang.

"Oh iya, Bah. Satu lagi!" Aku menatap Abah dengan mata berbinar, "nanti setelah sembuh, rencananya Rey mau cari kerja terus mau melamar Maimunah anaknya Pak Dahlan itu."

Abah dan Emak terlihat kaget, hehehe ekspresi yang sangat wajar ditunjukan oleh orangtua ketika mendengar rencana anaknya yang akan melamar seorang wanita kan.

"Rey, masalah itu nanti kita bicarakan lagi." Emak mengelus pundakku. "Sekarang kamu harus fokus sama penyembuhan kamu dulu." Aku mengangguk senang, rasanya tenang setelah menyampaikan rencana yang selalu kusimpan sendirian.

....

Aku bisa menjalani proses rehab dengan baik, setelah 6 bulan disana, aku sudah dinyatakan sembuh dan di izinkan pulang. Di perjalanan, otakku tak henti-hentinya memikirkan Abah, Emak dan Mai yang sangat aku rindukan.

Tapi tanpa sengaja mataku melihat sebuah iring-iringan yang begitu heboh di jalan, Oh ternyata iring-iringan penganten baru.

Dengan penasaran kutatap iring-iringan itu dengan seksama, Ya Allah.... Rupanya itu si Tom yang menjadi penganten baru. Alhamdulillah sekarang dia sudah menikah dan semoga saja sudah berhenti memakai barang jahat itu.

"Selamat, Tom!" Aku menghampirinya lalu menyalaminya, dia menatapku sejenak lalu menyunggingkan sebuah senyuman lebar.

"Hahahaha.... Makasih, Rey. Oh iya, lo pasti bakal seneng kalau liat bini gue." Ucapnya  bersemangat.

Jantungku terasa berhenti berdetak, semuanya seolah ikut terhenti juga.

"Mai...." Ucapku lirih.


Selesai


Rada ga jelas atau ini flashfiction emang ga jelas wkwkwkwk ... Tapi emang kadang hidup semiris Rey :" 



Wassalamualaikum....

0 komentar:

Posting Komentar

 

Welcome to GTLand Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang